Sabtu, 30 Mei 2015

Refleksi CSL PPKM II




COMMUNITY SERVICE LEARNING TEAM 10 D
PROGRAM PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA
di SEKOLAH LUAR BIASA GANDA TUNARUNGU-NETRA (DEAFBLIND)
HELEN KELLER INDONESIA







Kelompok 10 D :
                                                                                                                                 Kristina Dessy I.     
                                                                                                                               Fransisca Wahyu M.
                                                                                                                                  Florentina Pradita S.
                                                                                                                                  Elisabeth Sinar        







Kristina Dessy Indriani
Refleksi CSL
Saat pertama kalinya datang di SLB Helen Keler Indonesia itu bingung mau melakukan kegiatan apa. Saya dan teman- teman menunggu anak- anak selesai doa. Dan disambut oleh suster serta guru- guru yang membimbing di SLB Helen Keler dengan senyuman bahagia. Tak kalah dengan suster dan guru- guru anak- anak pun menerima kami dengan senyuman dan tangan terbuka, walaupun hanya beberapa siswa yang bisa melihat kami datang. Beberapa diantara siswa itu tidak bisa melihat, tidak bisa berbicara, tidak bisa mendengar. Bahkan ada yang yang tidak bisa melihat dan  tidak bisa berbicara tetapi bisa mendengar. Ada pula yang bisa melihat tetapi tidak bisa berbicara dan tidak bisa mendengarkan. Kebetulan kemarin hari Sabtu jadi kegiatannya jalan- jalan serta waktu itu ada salah satu siswa yang sedang merayakan ulang tahun yang ke 10 tahun. Kegiatan hari Sabtu di SLB ini memang santai dan tidak melakukan kegiatan belajar di kelas. Saat jalan- jalan saya mendampingi seorang anak yang tidak bisa melihat tetapi bisa mendengarkan dan berbicara.
Sampai di lapangan banyak anak- anak sekolah yang sedang berolahraga yang jenjangnya SD sampai SMP. Di lapangan tersebut anak- anak dibiasakan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Kehangatan guru pembimbing dan anak- anak sangat terasa, mereka bercanda tawa dengan senyum dan candaan yang lepas diberikan kepada anak- anak. Setelah anak- anak istirahat dan menikmati lingkungan lapangan, anak- anak diberikan makanan ringan secara merata. Ada seorang anak yang sangat senang bernyanyi tetapi tidak bisa melihat. Ada juga yang bisa mendengarkan tetapi tidak bisa berbicara namun ia sangat senang bertepuk tangan jika temannya sedang menyanyi. Di sini kami mendampingi dan berinteraksi dengan anak- anak yang sekiranya masih bisa dikendalikan. Ada beberapa siswa yang tidak bisa dikendalikan oleh orang yang belum mengenal dia, jika marah ia melakukan hal yang tidak sepatutnya dilakukan, ia memukul dirinya sendiri dan menyakiti dirinya dengan berbagai cara. Wajahnya yang sangat lebam bahkan masih dipukulinya. Waktu jalan- jalan ada seorang anak yang bercerita kalau dia itu sangat senang jalan-jalan, karena bisa merasakan lingkungan yang di luar. Setelah selesai jalan- jalan, anak- anak santai dan beristirahat sejenak sambil menunggu persiapan perayaan ulang tahun Handoko yang ke 10 tahun( salah satu anak di SLB). Antusiasme anak- anak di SLB ini sangat luar biasa ketika melihat temannya sedang berulang tahun. Mereka sudah menyiapkan kado masing- masing untuk Handoko. Yang ditunggu dari anak- anak yaitu memotong kue ulang tahun, anak- anak menyanyikan Selamat Ulang Tahun dan mendoakan Handoko dengan bahasa isyarat tentunya. Mereka sangat senang dan tertawa lepas tanpa beban yang dirasakan. Setelah perayaan Ulang tahun, anak- anak diberikan nasi kotak yang sudah disiapkan oleh orang tua Handoko. Saya membantu anak- anak untuk makan siangnya. Setelah makan siang, kegiatan di sekolah selesai dan dilanjutkan untuk tidur siang. Mereka sudah dibiasakan jika sebelum tidur siang mandi terlebih dahulu.
Anak- anak tidur siang, saya dan teman- teman membantu melipat baju- baju mereka dan memilah- milah pakaian mereka. Di dalam pakaian tersebut supaya mudah mengingat baju- baju mereka diberi kode sendiri- sendiri. Bahkan ada karyawan yang sudah mahir dan cepat memilah baju mereka dengan kode- kode masing. Setelah selesai tidur siang, mereka mandi sore dan bersih- bersih kamar. Dengan teliti mereka membersihkan kamar serta ada juga yang olah raga karena ia pengen kurus. Saya membantu bersih- bersih kamar cowok mereka, dan ada juga membantu memandikan anak. Setelah selesai membantu anak-anak saya dan teman- teman mengobrol dengan anak- anak yang sudah selesai mandi dan bersih- bersih dan saya melihat bahwa mereka dengan sangat mandiri melakukan apa yang dia inginkan dengan sendiri tanpa bantuan orang lain. Di tempat yang biasanya digunakan untuk makan ada lemari mereka sendiri- sendiri dan mereka sudah hafal dimana tempat sendok dan tempat minum. Di tempat ganti bajupun, ada lemari untuk meletakkan alat mandi dengan rapi dan teratur. Mereka sudah sangat paham dengan alat mandi mereka apa bukan. Tempat handuk mereka pun sangat rapi yang diletakkan disebelah lemari itu.


Francisca Wahyu Mustika
Refleksi CSL
Pada hari sabtu, 15 November saya dan kelompok kecil saya melakukan kegiatan CSL di SLB Helen Keller yang bertempat di Wirobrajan Yogyakarta. Saat saya di beri tahu oleh teman saya bahwa kami akan melakukan CSL di SLB saya merasa tertantang  karena saat saya masih di bangku SMA saya sering berkunjung ke SLB bersama teman-teman saya, walaupun hanya sekedar bermain saja.
Tetapi saat saya memasuki pintu gerbang depan SLB Helen Keller saya menjadi ragu dan takut karena melihat anak-anak yang berkebutuhan khusus. Ada yang berteiak-teriak, lari-lari dan marah-marah. Kemudian kami bertemu dengan suster pengurus SLB dan kamipun diajak berkenalan dengan guru-guru yang ada.
Di pagi hari SLB HKI mempunyai kegiatan untuk berjalan-jalan ke lapangan yang ada di dekat SLB. Masing-masing dari kami menjaga seorang anak, saya bersama seorang anak bernama gita. Gita adalah anak yang menderita tunawicara, sepanjang perjalanan saya mengajak anak tersebut untuk bernyanyi dan bertepuktangan. Sesampainya di lapangan, anak-anak dibiarkan bermain-main, berlarian, bersendagurau. Di sini saya melihat keceriaan anak-anak yang membuat hati saya tersentuh, anak yang buta saya dengan asiknya berlarian walaupun dia tidak tahu apa yang ada didepannya, walaupun mereka terjatuh teapi mereka masih bisa tertawa. Setelah beberapa jam kami mnemani anak-anak ke lapangan kamipun kebali ke SLB untuk minum susu dan teh.
Ternyata di hari itu ada seorang anak bernama Handaka yang berulangtahun ke 10, dia seorang anak yang tidak bisa melihat dan berbicara, tetapi semangatnya sangatlah besar. Kami menyiapkan acara ulangtahun bersama-sama. Anak-anak di sini sangatlah senang karena teman mereka ada yang berulang tahun, mereka sangat antusias dan mereka membawa kado mereka masing-masing, di sini tampaklah keceriaan anak-anak yang membuat saya kagum. Setiap anak memberi ucapan dan kado untuk handaka, kemudian guru dan kami membagikan roti dang nasi box, kamipun menikmati bersama tetapi kami haruslah menyuapi anak-anak yang tidak bisa makan sendiri. Dengan sabar kami menyuapi anak-anak yang ada di sini, walaupun ada yang tidak mau.
Jam sudah menunjukkan jam tidur siang, anak-anakpun bergegas mengganti pakaian mereka dan tidur di kamar mereka masing-masing. Kami menghampiri suster dan menanyakan adakah yang perlu di bantu? Kemudian kami membantu pengurus asrama untuk membersihkan asrama, setelah itu beberapa anak di sini terbangun. Beberapa dari kami membanyu untuk memandikan anak-anak. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, kami berpamitan kepada suster dan anak-anak untuk pulang, kami juga mengucapkan trimakasih karena mengijinkan kami untuk melakukan CSL di sana.
Dari CSL di SLB HKI saya jadi merasa lebih bersyukur dan mensyukuri apa yang di berikan Tuhan kepada saya, karena saya masih di beri panca indra yang lengkap dan saya maish di beri kecerdasan untk berpikir. Saya menyadari selama ini saya sering kali malas bahakan mengeluh dalam melakukan sesuatu, tetapi setelah melihat anak-anak yang ad di sini saya harus bangkit seperti mereka yang mempunyai kebutuhan khusus saja tidak mengeluh bahkan mereka sangatlah bersemangat. Oleh karena itu saya akan bersemangat dan tidak mengeluh lagi.


Elisabeth Sinar

REFLEKSI HASIL KEGIATAN CSL
CSL merupakan kegiatan yang diselenggarakan kampus yang bertujuan untuk melatih mahasiswa berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Kegiatan ini mengharuskan mahasiswa untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat.
Tentunya, kegiatan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa.
Berkaitan dengan kegiatan tersebut, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengunjungi salah satu  panti asuhan yang berada di daerah Yogyakarta.
Di panti tersebut, mahasiswa akan berdinamika bersama, berbagi bersama dan juga membantu mereka dalam melakukan kegiatan harian mereka meskipun dengan waktu yang cukup singkat.
Untuk melaksanakan CSL, kelompok kami memutuskan untuk mengunjungi salah satu panti,yaitu panti Helen Keller Wirobrajan. Kami melaksanakan CSL pada tanggal 15 November  2014. Setelah saya mendengar informasi tersebut sejujurnya saya sangat penasaran dan kebingungan tentang bagaimana kehidupan mereka. Dari hal tersebut, saya sangat berantusias untuk mengobati rasa penasaran saya dan pergi kesana untuk  melihat kondisi anak-anak yang ada di panti asuhan tersebut. Saat kami datang, kehadiran kami disambut  dengan baik dan kami diberi kesempatan untuk bertemu dengan mereka serta berkenalan dengan mereka.
Di panti tersebut, kami belajar bersama anak-anak yaitu membimbing dan membantu mereka dalam kegiatan keseharian mereka seperti memandikan mereka dan membantu untuk menyuapkan makanan ke mulut mereka.  Walau singkat, saya bisa merasakan kebersamaan mereka dan saya merasa sangat senang karena bisa membantu teman-teman yang ada di panti tersebut walaupun tugas yang kami laksanakan tidak begitu rumit. Awalnya memang sangat kaku dan malu untuk beradaptasi  dengan mereka, apalagi ini merupakan pengalaman pertama bagi saya untuk mengunjungi tempat tersebut. Karena mereka menerima kami dan mau berbagi dengan kami, itu membuat kami tidak canggung dengan mereka. Karena hal yang paling penting bagi kami adalah bagaimana membuat mereka merasa nyaman dengan kehadiran kami.
Banyak hal yang saya pelajari dari kehidupan anak-anak di panti, diantaranya sikap kebersamaan yang terjalin di antara mereka dan juga kesederhanaan mereka. Selain itu pelajaran lain yang didapat dari mereka bahwa kekurangan yang dimiliki bukan berarti bahwa itu adalah salah satu factor penghambat untuk kita merasakan kesenangan dan melakukan aktivitas yang seharusnya kita lakukan sebagai tugas kita umat manusia.
Dari sanalah, saya belajar untuk bersyukur dalam segala kondisi dan keadaan kita. Apapun yang diberikan Tuhan haruslah kita syukuri dan juga jangan mudah menyerah terhadap kondisi atau apapun itu dan percayalah Tuhan selalu ada untuk menolong kita.


Florentina Pradita Setyaningsih
My Reflection
Satu yang ingin saya ucapkan kepada Tuhan sebelum menulis refleksi ini yaitu “Syukur”. Syukur luar biasa atas karunia yang Dia limpahkan kepada saya dan juga kita semua. Panca indera yang lengkap, perasaan yang peka, bisa merasakan dicinta dan mencintai, dan juga karunia lain yang dapat saya rasakan.
            Sabtu, 15 November lalu, saya dan teman –teman kelompok 10 D melaksanakan tugas CSL di SLB G / A – B Helen Keller Indonesia di daerah Wirobrajan. SLB ini melayani mereka yang memiliki kecacatan ganda.  Jujur, awalanya saya ogah – ogahan untuk melaksanakan CSL ini dan merasa malas. Mau masuk di daerah SLB saja saya merasa ngeri, karena anak – anak yang akan kami bantu adalah anak –anak istimewa yang luar biasa. Pagi itu saya masuk ke pintu gerbang dengan membuat tanda salib dulu untuk menyemangati diri saya. Begitu masuk saya kaget dengan anak – anak yang bermain di luar. Seorang anak perempuan menghampiri saya dan ingin menaiki motor saya. Suster segera datang untuk mengajak anak tersebut turun. Jujur, saya sangat deg – degan luar biasa saat itu. Banyak terlihat anak – anak yang memiliki mata juling, mata yang tertutup, kelakuan yang diluar kewajaran hingga anak –anak yang berteriak sendiri. Saya bertanya – tanya pada diri saya sendiri, apakah saya mampu melewati satu hari ini bersama mereka atau tidak. Tetapi, melihat teman – teman kelompok saya yang antusias dan semangat, saya pun turut menyemangati diri saya sendiri. Kegiatan yang kami lakukan adalah kegiatan klasik. Kami berkenalan dengan pengurus asrama dan juga guru – guru di SLB. Kami menemani mereka bermain sebelum masuk untuk berdoa. Saya menghampiri seorang anak yang berkelainan di mata(low vision). Penglihatannya tidak begitu jelas, berbicara pun dia hanya bisa bergumam. Dia mengajak saya untuk berjalan keluar, tetapi karena acara jalan – jalan belum dimulai, saya mengajaknya untuk bergabung dengan teman –teman yang lain. Dia tidak mau, dan terus meronta menyeret tangannku menuju gerbang. Saya memanggil teman saya untuk mengajak anak ini masuk kembali ke dalam sekolah. Alangkah kagetnya kami ketika dia tidak mau dan menolak dia langsung terduduk dan membenturkan kepalanya ke gerbang. Kami berdua langsung mengajaknya berdiri dan terpaksa kami menyeretnya. Kembali dia terduduk dan membenturkan kepalanya ke tanah. Guru SLB yang melihat kami kesusahan mengendalikan anak ini segera datang membantu kami. Saat itu juga saya langsung pesimis dengan keberhasilan saya membantu di SLB Helen Keller ini selama satu hari setelah ada kejadian seperti itu.
Kami semua diajak masuk untuk berdoa sebelum jalan-jalan. Karena SLB Helen Keller yang terletak di perkotaan Yogyakarta ini berada di bawah naungan Suster – suster PMY, doa dilakukan secara katolik. Yang membuat saya tertegun dan trenyuh adalah ketika mereka mendoakan doa Bapa Kami dengan dinyanyikan. Mereka yang bisu, buta dan tuli mendoakannya dengan isyarat. Sedangkan yang mereka tidak bisu menyanyikannya. Sungguh, luar biasa. Saya langsung banyak – banyak mengucap syukur kepada Tuhan saat itu juga. Saya masih bisa melihat, masih bisa mendengar, masih bisa berbicara dan bernyanyi. Sedangkan mereka? Selanjutnya, anak –anak berjalan – jalan di sekitaran SLB. Oleh guru SLB, saya diminta untuk menuntun salah satu anak. Saya pun tertarik dengan seorang anak cowok yang saya taksir berumur 10 tahun. Dari cerita suster, dia mengalami cacat ganda, yaitu buta, tuli dan juga bisu. Walau mengalami tersebut, dia adalah anak yang periang dan semangat. Dia menggandengku untuk berjalan. Selama di jalan, sebenarnya dia ingin mengajakku berkomunikasi dengan isyarat di tangannya. Namun, dengan pengetahuan bahasa isyarat yang terbatas saya berusaha mencerna artinya. Semakin lama semakin aktif dia berkomunikasi, dan saya pun kewalahan. Akhirnya saya katakan ke dia bahwa saya tidak tahu yang dia bicarakan. Untuk mengatakan hal itu pun, saya meminta bantuan Bu Guru di SLB tersebut. Melihat tingkahnya yang hiperaktif,  mengingatkan saya pada adik saya. Saya jadi semakin banyak bersyukur, saya memiliki adik yang normal. Mungkin, jika anak ini normal dia akan menjadi anak yang luar biasa hebat. Kami kembali lagi ke sekolah pukul 09.45. Dan ternyata akan ada perayaan ulang tahun seorang anak dari salah satu murid tersebut yang tidak lain adalah anak laki-laki yang selama jalan –jalan bersama saya. Dia berulang tahun yang kesepuluh. Saya dan teman – teman membantu menyiapkan pesta dengan menghias ruang aula asrama untuk dijadikan tempat berpesta. Kegiatan setelah berpesta adalah makan bersama lalu anak –anak yang tinggal di asrama harus segera berganti baju dan masuk ke kamar mereka masing – masing untuk tidur siang sampai pukul 15.30. Sedangkan anak –anak yang pulang, menunggu jemputan ditemani oleh guru mereka. Anak –anak akan mandi pada pukul 15.30 disusul snack sore.
            Selama membantu, saya bertanya – tanya dengan Guru –guru dan beberapa pengurus SLB dan asramanya. Suka duka mereka dalam mendidik anak –anak yang istimewa tersebut. Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa duka mereka adalah saat awal –awal harus menyesuaikan diri dengan mereka yang luar bisa dan karakteristik mereka yang berbeda – beda. Mereka juga akan sedih dan kecewa ketika mengetahui orang tua dari mereka yang ternyata memandang anak mereka ini juga dengan sebelah mata, bahkan terkesan meninggalkan mereka. Seperti salah seorang anak perempuan yang ada di situ. Begitu lahir, dia ditinggalkan begitu saja di rumah sakit oleh orang tuanya. Sampai saat ini, orang tuanya siapa dia tidak tahu. Dia benar –benar yatim piatu.
            Sukanya adalah ketika pengabdian yang mereka lakukan tidak sia –sia ataupun disia –siakan. Bagi mereka, membantu anak –anak juga merupakan suatu hiburan tersendiri bagi mereka. Karena tingkah mereka yang lucu dan istimewa serta berbeda dengan anak –anak pada umumnya. Jangan salah, mereka pun merespon ketika diajak mengobrol oleh pengurusnya. Mereka seakan –akan mengerti yang dibicarakan oleh pengurus mereka. Dari pengurus asrama dan guru – guru SLB tersebut saya belajar untuk sabar dan telaten dalam mengajari anak. Sungguh, mereka sangat luar biasa dalam membina anak –anak istimewa tersebut. Mereka begitu perhatian dan dengan telaten melayani anak –anak tersebut.
            Umumnya, mereka adalah anak –anak luar kota Yogyakarta. Dan umumnya, orang tua mereka adalah orang tua yang memiliki pangkat hebat dan bisa dikatakan mereka kaya raya. Mereka dititipkan di asrama selain karena kesibukkan orang tua mereka juga orang tua mereka yang sulit mendidik mereka. Dari sini saya belajar untuk sangat –sangat bersyukur. Orang tua saya memang tidak berpangkat dan kaya, tetapi mereka selalu ada untuk saya dan adik saya. Mereka selalu dengan sepenuh hati mencurahkan kasih sayang mereka terhadap kami. Dan dari anak –anak SLB ini saya belajar untuk hidup “nrimo”, hidup bersyukur, berkorban, mandiri, bahkan hidup untuk Tuhan. Saya belajar nrimo atau menerima keadaan serta kehidupan saya saat ini, seperti mereka yang seharusnya dapat hidup berlimpah harus bisa hidup berbagi. Lalu saya bersyukur atas panca indra yang lengkap yang bisa saya gunakan setiap saat, dapat saya gunakan untuk merasakan dan dapat saya gunakan untuk membantu. Mereka juga belajar untuk mengorbankan sesuatu, mereka mengorbankan diri mereka datang ke Asrama untuk belajar dan hidup jauh dari orang tua. Mereka yang sebenarnya ingin bermanja – manja dan dimanja harus hidup mandiri di tengah keterbatasan yang mereka miliki. Walau mereka diciptakan dengan kekurangan, mereka tidak pernah menyalahkan dan menuntut Tuhan atas kekurangan mereka. Justru mereka selalu hidup untuk Tuhan. Awalnya saya yang merasa malas dan ogah –ogahan dalam melaksanakan tugas CSL, sejak bertemu dengan mereka, anak –anak SLB Helen Keller, merasa bahwa tujuan dari kegiatan itu tercapai. Dan manfaatnya luar biasa besar bagi hidup saya. Sungguh, pengalaman yang luar biasa yang pertama kali saya rasakan saat itu juga. Tidak henti-hentinya saya mengucapkan syukur pada Tuhan atas kelengkapan fisik yang saya punya dan juga batiniah yang saya rasakan. Dan pengalaman luar biasa yang sangat berkesan bagi saya adalah ketika anak –anak tersebut datang pada saya dan memberikan penghiburan bagi saya. Semoga mereka selalu disertai Tuhan dalam setiap langkah hidup mereka, dan siapa pun yang tidak terketuk hatinya ketika melihat mereka, semoga juga dibukakan hati mereka untuk anak –anak ini. Terutama mereka orang tua anak ini, semoga mereka sadar anugerah istimewa yang dititipkan Tuhan untuk mereka jaga. Dan semoga anak – anak ini akan selalu merasa dicintai dan dapat mencintai. 
                                                                                    Terima kasih, Berkah Dalem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar