Sabtu, 30 Mei 2015

Pidato Hari Kartini



Pidato untuk Ujian Sisipan 2 – Keterampilan Berbahasa Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri yang mulia
Harum namanya
(menyanyi)

            Sepenggal lirik lagu tersebut adalah wujud penghormatan pada Ibu Kartini. Lirik lagu yang ditulis oleh pahlawan Nasional pula, yaitu Bapak WR. Supratman sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan yang dilakukan Kartini untuk menyetarakan hak perempuan pribumi.
Sebelumnya, Bapak Galih Kusumo, S. Pd., M. Pd., selaku Dosen pembimbing mata kuliah Keterampilan Berbahasa Indonesia yang saya hormati serta tidak lupa kepada teman-teman yang saya kasihi dan saya banggakan, Selamat Pagi. Salam sejahtera untuk kita sekalian yang hadir di sini.
Hari ini tepat tanggal 21 April. Warga negara Indonesia mengenalnya sebagai tanggal yang ditetapkan oleh presiden pertama kita sebagai hari peringatannya Raden Ajeng Kartini. Begitu pula kita mengingatnya, karena sudah dipatrikan pada diri kita sejak masih duduk di sekolah dasar. Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara tanggal 21 April tahun 1879 dan meninggal di Rembang pada 17 September 1904 setelah melahirkan anak pertamanya Raden Mas Soesalit Djojodhiningrat. Meninggalnya beliau tidak mengurungkan simpatisan yang mendukung Kartini dalam membangun sekolah wanita. Dan justru sekolah wanita yang berlatar belakang Yayasan Kartini yang awal mula dibangun di Rembang mulai di bangun di berbagai kota seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan kota-kota lainnya.
Perempuan pribumi pada zaman kehidupan Kartini dulu sangat berbeda sekali dengan perempuan saat ini, teman. Perempuan di zaman dulu tidak boleh sekolah, kecuali mereka yang merupakan keturunan bangsawan. Dan Kartini sangat beruntung bisa bersekolah sampai umur 12 tahun oleh karena Ayahnya yang merupakan Bupati Jepara saat itu, walaupun Ibu dari Kartini bukanlah istri satu-satunya Ayah Kartini. Kartini kecil bersekolah di ELS (Europese Lagere School) yang merupakan sekolah milik Belanda. Di dalam kurikulum sekolah ELS, bahasa belanda merupakan salah satu materi wajibnya. Sehingga Kartini saat itu sangat pandai berbahasa Belanda. Ketika memasuki masa pingitan, Kartini banyak membaca buku-buku atau pun koran-koran yang berbahasa belanda. Dia juga senang menulis surat untuk sahabat-sahabat penanya yang berasal dari Belanda.
Berbeda sekali dengan perempuan saat ini. Banyak dari antara kita yang mendapat kesempatan untuk bersekolah saja, tanpa harus pusing-pusing memikirkan izin dari orang tua atau berpikir mengenai biaya sekolah. Kita difasilitasi gadget yang mode on, tetapi sebagian dari kita yang malah menyia-nyiakannya. Entah itu karena pemikiran mereka yang memang sudah malas untuk belajar, sehingga tidak bisa membangun motivasi mereka. Atau karena di antara mereka terkena kesalahan pergaulan, sehingga pemikiran mereka untuk bersekolah menjadi kabur dan berantakan. Dan lebih memilih memenangkan ego dan kenyamanan kondisi mereka saat itu.
Misalnya saja seorang perempuan remaja yang harus melanjutkan studinya di luar kota. Dan dia harus kost, tinggal jauh dari orang tuanya dan jauh dari pengawasan orang tuanya. Awal-awalnya pasti dia akan tetap berusaha mematuhi setiap nasihat orang tuanya. Akan tetapi lama-kelamaan, jika memang tidak ada minat dan niat dari dirinya sendiri dan juga dilandasi iman yang kuat, pasti dia akan mengalami titik kejenuhan. Sehingga sekali dia diajak membolos, dia akan menikmatinya dan merasa ketagihan. Kuliahnya akan berantakan. Dan lebih mengecewakan orang tuanya lagi adalah ketika dia mulai terjerembak dalam pergaulan dunia malam dan akhirnya jika dia hamil. Jika hamil dan lelaki yang menghamilinya mau bertanggung jawab itu masih lebih baik, tapi jika tidak? Bagaimana perasaan orang tua dia?
Sungguh ironis memang. Kebebasan di zaman Kartini dulu sangatlah tidak mudah di dapat. Sekalipun mendapat kebebasan, pasti akan tetap berada dalam pengawasan yang ketat. Pemikiran orang tua zaman Kartini dulu adalah, perempuan tidak perlu mengenal dunia luarnya, karena pada akhirnya dia akan menikah dan akan hidup di dalam tembok rumahnya. Sangat jelas dikatakan bahwa “wong wadon mung konco wiking”. Hal tersebutlah yang menjadi titik perjuangan Kartini. Yaitu beliau ingin membuktikan bahwa perempuan juga mampu melakukan hal-hal seperti laki-laki. Dia dapat sekolah dan menjadi pandai, dia dapat bekerja, dia dapat memimpin atau dia dapat menjadi panutan.
Hal tersebut mulai disadari banyak kalangan ketika terbit buku-buku yang ditulis oleh Kartini. Salah satu karya terbesarnya adalah buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Dan juga ketika sahabat dari Kartini yang mengumpulkan surat-surat dari Kartini yang kemudian dibukukan dan sebagai bukti pemikiran Kartini yang maju dan kritis terhadap perkembangan pola pikir perempuan pribumi yang terbelakang jauh dari perempuan-perempuan Eropa. Ini membuktikan bahwa Kartini menjadi salah satu pahlawan Nasional Perempuan yang tanpa perlu memikul pedang atau tombak di medan perang melainkan memikul sebuah keinginan untuk menyetarakan derajat perempuan di sandingkan dengan laki-laki.
Teman-teman, terkhusus teman-teman perempuan. Menjadi perempuan memanglah tidak mudah. Banyak sekali kewajiban yang perlu di penuhi. Apalagi kita sebagai calon pendidik generasi penerus bangsa, calon istri dan pasti menjadi calon ibu. Sungguh sangat mulia derajat kita sesungguhnya. Namun banyak diantara kita kaum wanita yang kurang menghargai kodratinya. Maka dari itu, marilah kita mulai menghargai diri kita sebagai wanita sesungguhnya. Kita buktikan kita mampu disejajarkan dengan kaum laki-laki atau bahkan melebihi mereka. Dan untuk kalian laki-laki, hargailah perempuan di sekitar kalian. Karena sesungguhnya mereka adalah malaikat-malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan untuk mendampingi kalian.
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai sepenggal kisah tentang Kartini kepada kalian teman-teman. Semoga pesan yang singkat yang telah saya sampaikan dapat membuka sedikit pemikiran teman-teman dan akan semakin baik lagi jika dapat menginspirasi. Jika banyak salah kata yang saya lakukan, saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Mangan kupat ojolali nganggo santen
Sedaya Lepat Nyuwun ngapunten
Jika ada sumur di ladang
Bolehkah kita menumpang mandi
Jika ada umur yang panjang
Bolehlah kita berjumpa lagi

Terima Kasih J





Florentina Pradita Setyaningsih
131134196 / 2 D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar